MENGENAL TIPE
POLA ASUH ORANGTUA
4 TIPE POLA ASUH
ORANG TUA
OTORITER
YANG MEMAKSA
POLA
ASUH OTORITER, adalah pengambilan sikap atau keputusan yang sangat memaksa dari
orangtua yang ingin diterapkan kepada anak-anaknya. Pola asuh ini biasanya
dengan embel-embel “pokok-nya”, artinya apa yang diucapkan dan diinginkan oleh
orangtua harus dipenuhi oleh anak tanpa adanya kompromi lagi, karena orangtua
beranggapan bahwa apa yang “diperintahkan” kepada anak sejatinya adalah sebuah
kebenaran dan harus dilakukan dan dituruti oleh anak.
Pola
otoriter adalah pengasuhan yang kaku, diktator dan memaksa anak untuk selalu
mengikuti perintah orang tua tanpa banyak alasan. Dalam pola asuh ini biasa
ditemukan penerapan hukuman fisik dan aturan-aturan tanpa merasa perlu
menjelaskan kepada anak apa guna dan alasan di balik aturan tersebut.
Orang
tua mungkin berpendapat bahwa anak memang harus mengikuti aturan yang
ditetapkannya. Toh, apa pun peraturan yang ditetapkan orang tua semata-mata
demi kebaikan anak. Orang tua tak mau repot-repot berpikir bahwa peraturan yang
kaku seperti itu justru akan menimbulkan serangkaian efek.
Pola
asuh otoriter biasanya berdampak buruk pada anak, seperti ia merasa tidak
bahagia, ketakutan, tidak terlatih untuk berinisiatif, selalu tegang, tidak
mampu menyelesaikan masalah (kemampuan problem
solving-nya buruk), begitu juga kemampuan komunikasinya yang buruk.
NEGLECTFUL SI
CUEK
(terserah loe aja…)
POLA
ASUH NEGLECTFUL ATAU PERMISIF, sangat berbeda dengan OTORITER. orang
tua yang mempunyai pola asuh neglectful,
maka apa pun yang terjadi, terjadilah tanpa orang tua menaruh peduli sama
sekali. Dalam bahasanya terserah loe aja nak….apapun yang dilakukan oleh
orangtua, orangtua memperbolehkannya. Biasanya orangtua seperti ini kalau ia
harus berangkat kerja saat itu, ya ia tetap berangkat ke kantor, tanpa peduli
anak akan menentukan pilihan yang mana. Dalam bahasa sederhananya tipe ini
adalah tipe orang tua yang permisif alias serba membolehkan.
Pola
neglectful
adalah pola dimana orang tua tidak mau terlibat dan tidak mau pula
pusing-pusing memedulikan kehidupan anaknya. Jangan salahkan bila anak
menganggap bahwa aspek-aspek lain dalam kehidupan orang tuanya lebih penting
daripada keberadaan dirinya. Walaupun tinggal di bawah atap yang sama, bisa
jadi orang tua tidak begitu tahu perkembangan anaknya.
Pola
asuh seperti ini tentu akan menimbulkan serangkaian dampak buruk. Di antaranya
anak akan mempunyai harga diri yang rendah, tidak punya kontrol diri yang baik,
kemampuan sosialnya buruk, dan merasa bukan bagian yang penting untuk orang
tuanya. Bukan tidak mungkin serangkaian dampak buruk ini akan terbawa sampai ia
dewasa. Tidak tertutup kemungkinan pula anak akan melakukan hal yang sama
terhadap anaknya kelak. Akibatnya, masalah menyerupai lingkaran setan yang
tidak pernah putus.
INDULGENT
TIDAK PUNYA POSISI TAWAR
Ida,
tadi
malam tidurnya larut malam karena ia nonton TV program kesukaannya, sehingga
pagi ini Ida terlambat bangun dan ia tidak mau berangkat kesekolah. KIRA-KIRA
seperti ini yang akan dikatakan orang tua yang tidak punya posisi tawar,
"Ya sudah, Ida boleh enggak sekolah. Kamu lagi malas sekolah ya?"
Kalau Ida mau menonton televisi saja di rumah, orang tua akan berkata, "Ya
sudah, daripada menangis terus, kamu nonton
teve saja deh." Begitu seterusnya. Kata-kata seperti itu akan sering
diucapkan oleh orang tua yang mempunyai pola asuh indulgent.
Pola
indulgent
sebetulnya menjadi istilah bagi pola asuh orang tua yang selalu terlibat dalam
semua aspek kehidupan anak. Namun di situ tidak ada tuntutan dan kontrol dari
orang tua terhadap anak. Mereka cenderung membiarkan anaknya melakukan apa saja
sesuai dengan keinginan mereka. Dalam bahasa sederhananya, orang tua akan selalu
menuruti keinginan anak, apa pun keinginan tersebut. Bahkan orang tua jadi
tidak punya posisi tawar sama sekali di depan anak karena semua keinginannya
akan dituruti, tanpa mempertimbangkan apakah itu baik atau buruk bagi si
anak," tandas Clara.
Banyak
orang tua yang menerapkan pola asuh ini berkilah bahwa sikap yang diambilnya
didasari rasa sayangnya terhadap anak. "Cinta saya pada si kecil kan cinta yang tidak
bersyarat. Jadi, apa pun yang diminta anak akan saya turuti." Padahal yang
namanya cinta, pada siapa pun, termasuk pada anak, tidak identik dengan
keharusan menuruti semua keinginannya.
Akibat buruk yang harus
diterima anak sehubungan dengan pola asuh orang tua yang seperti ini jelas
tidak sedikit. Di antaranya anak jadi sama sekali tidak belajar mengontrol
diri. Ia selalu menuntut orang lain untuk menuruti keinginannya tapi tidak
berusaha belajar menghormati orang lain. Anak pun cenderung mendominasi orang
lain, sehingga punya kesulitan dalam berteman.
AUTHORITATIVE
MEMBERIKAN PILIHAN
(demokratis gitu...)
APAKAH
Anda termasuk orang tua yang akan memilih langkah seperti ini? "Jadi Aad maunya
gimana? Kalau mau makan nonton TV dulu sebelum mandi, oke Papa kasih waktu 5
menit, tapi setelah itu kamu harus segera mandi dan berangkat sekolah."
Anak boleh memilih melakukan apa yang menurutnya baik, tetapi tetap harus ada
batasan apa yang seharusnya dilakukan. Pola asuh seperti ini dikategorikan
sebagai pola asuh authoritative.
Dalam bahasa lainnya disebut pola asuh demoktris.
Pola
authoritative
mendorong anak untuk mandiri, tapi orang tua tetap menetapkan batas dan
kontrol. Orang tua biasanya bersikap hangat, dan penuh welas asih kepada anak,
bisa menerima alasan dari semua tindakan anak, mendukung tindakan anak yang
konstruktif.
Anak
yang terbiasa dengan pola asuh authoritative
akan membawa dampak menguntungkan. Di antaranya anak akan merasa bahagia,
mempunyai kontrol diri dan rasa percaya dirinya terpupuk, bisa mengatasi stres,
punya keinginan untuk berprestasi dan bisa berkomunikasi baik dengan teman-teman
dan orang dewasa.
Dengan adanya dampak positif tersebut,
pola asuh authoritative
adalah pola asuh yang bisa dijadikan pilihan bagi orang tua. "Beri anak
kesempatan bicara tetapi kontrol sepenuhnya tetap di tangan orang tua,"
tambahnya.